Categories
Artikel

Memahami Perspektif

Rafli Rozaan Zuhdi | Chemical Engineering

 

Kita semua hidup dikelilingi oleh perspektif. Dalam pengertian yang lebih lengkap, perspektif membahas tentang relasi antara sikap seseorang dengan sudut pandang. Tentu saja, perspektif tiap orang sering kali berbeda. Sebab, perspektif merupakan produk dari pengalaman, opini, dan segala persepsi yang seseorang miliki selama hidup-nya.

Seiring kita bertumbuh menjadi dewasa, kita kian mengasimilasi informasi dan pengalaman baru. Lantas, perspektif kita terhadap banyak hal juga terus berubah. Pengalaman baru dalam hidup, dapat mengubah perspektif yang kita miliki sebelum-nya, baik itu perspektif terhadap dunia luar maupun diri sendiri. Namun, mendekati kedewasaan, pengetahuan dan pengalaman kita menjadi cukup banyak, nilai-nilai dan perspektif yang kita miliki terhadap dunia dan diri sendiri mulai statis. Menurut Peter Ralston dalam buku “The Book of Not Knowing”, hal ini disebabkan karena jati diri yang terbentuk pada diri seseorang adalah identitas yang tercipta dan dijaga berdasarkan dari semua kepercayaan, asumsi, dan pengetahuan yang seseorang miliki selama hidupnya. Hal ini merupakan proses yang alami, dan pasti dialami oleh semua orang. 

Hanya saja, sangat mudah bagi kita untuk terjebak dalam realita yang “tercipta” oleh diri kita sendiri, dimana realita yang kita rasakan hanya terbatas kepada apa yang kita sudah ketahui benar/apa yang kita yakini adalah benar.

Mengapa demikian? Sebab, dalam proses berpikir, perspektif memberikan arah kepada pikiran untuk mengambil kesimpulan. Cara kita memandang sesuatu, sangat bergantung dengan perspektif yang kita miliki terhadap hal tersebut. Sering kali di luar dari alam sadar kita, perspektif yang kita miliki secara aktif memberikan label dan deskripsi atas segala hal yang ada di sekeliling kita. Hal ini dapat menciptakan bias bagi diri kita dalam mempersepsikan sesuatu.

Tidak sulit untuk mengetahui dan memahami pesepektif yang dimiliki oleh orang lain. Bahkan, seringkali kita dapat menilai baik atau buruk-nya perspektif yang orang lain miliki, dan apabila perspektif tersebut benar ataupun salah. Namun, sebagaimana mata kesulitan untuk melihat bentuk-nya sendiri, kita sering kali hanya memahami realita yang perspektif berikan kepada kita, namun bukan pemahaman atas perspektif itu sendiri.

Hidup sepenuhnya didalam ruang perspektif tidaklah baik, karena hal itu dapat mengekang kita untuk merasakan hidup dengan lebih utuh dan mencegah kita untuk melihat ide/sudut pandang baru. Perspektif yang buruk pada individu dapat mencipatkan sikap negatif pada diri. Seseorang dapat bersikap lebih pesimis dari yang seharus-nya dengan perspektif buruk. Kebiasaan ini dapat memperkecil potensi pada diri, dan mencegah individu untuk memahami oportuni.

Tidak mungkin hidup tanpa bias perspektif. Namun, bias persepektif dapat kita minimalisir

Pertama, bias perspektif dapat dikurangi dengan memahami bagaimana kita berpikir dan mengidentifikasi habitual thinking, familiar emotions, dan asumsi-asumsi yang kita miliki. Dengan begitu, kita dapat menghindari pola berpikir yang biasa kita lalui dalam mengambil kesimpulan.

Kedua, adalah dengan mempertanyakan kebenaran dari segala sesuatu yang kita percaya benar. Tujuan dari kebiasaan ini bukanlah untuk mencari tahu kebenaran mutlak. Melainkan, ini dilakukan untuk menguji perspektif yang kita miliki, sembari mencari asumsi dan kepercayaan yang lebih baik

Ketiga, adalah self-honesty. Kadang kala, perspektif keliru yang kita miliki tercipta dalam diri kita sebagai distraksi dengan tujuan untuk mendapatkan kenyamanan dan menghindari rasa takut. Menjadi lebih jujur dapat membantu kita untuk menelaah perspektif yang keliru/salah secara objektif.




 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *