Notulen PPI Symposium |
Evaluasi kurikulum secara berkala merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, dengan memasukkan perspektif dan pengalaman baru, termasuk dari pelajar Indonesia yang belajar di luar negeri. Melalui acara PPI Simposium 2024 yang diselenggarakan secara daring pada tanggal 30 Maret, Perhimpunan Pelajar Indonesia Universiti Malaya (UM) membuka ruang diskusi dengan PPI Kampus serta perwakilan kampus dari Indonesia terkait pendidikan dan kurikulum. Menurut Perhimpunan Pelajar Indonesia Universiti Putra Malaysia (UPM), kurikulum internasional mendorong kemandirian dan pengembangan potensi melalui pembelajaran interaktif dan hands-on experience. Hal ini serupa dengan kurikulum merdeka di Universitas Airlangga (UNAIR) yang menekankan pada diskusi dan eksplorasi pengetahuan, mendorong mahasiswa untuk mengasah keterampilan berpikir kritis dan berbicara.
Di sisi lain, PPI Universiti Malaya (UM) mencatat perbandingan antara Kurikulum 2013 (K-13) dengan kurikulum terbaru yang diimplementasi yaitu Kurikulum Merdeka. Kurikulum 2013 (K-13) dinilai lebih fokus pada aspek akademik, dan minim dalam pembentukan karakter serta eksplorasi, sedangkan kurikulum merdeka lebih mengutamakan pembentukan karakter dan memungkinkan siswa untuk mengeksplorasi minat mereka. Implementasi kurikulum merdeka di universitas seperti UNAIR telah terbukti efisien, dengan fokus pada diskusi aktif dan peningkatan keterampilan kritis serta komunikasi mahasiswa.
Terkait relevansi kurikulum terhadap kebutuhan generasi muda, mahasiswa di UNAIR yang didukung melalui berbagai wadah, seperti program kewirausahaan dan studi tentang gender. Ini memperlihatkan bahwa kurikulum saat ini berusaha memenuhi kebutuhan masa depan melalui inisiatif seperti Indonesia International Student Mobility Awards (IISMA) yang mempromosikan adaptasi dan pengalaman internasional. PPIAsia Pacific University (APU) dan UM juga menekankan pentingnya soft skills yang diperlukan untuk menghadapi berbagai tantangan masa depan seperti otomatisasi dan kecerdasan buatan. Ini menunjukkan bahwa kurikulum merdeka, yang fokus pada pengembangan keterampilan individu dinilai relevan dalam menyiapkan siswa untuk dunia kerja yang dinamis dan berubah cepat.
Dalam perbincangan tentang kesetaraan akses pendidikan, para mahasiswa membagikan pengalaman sesuai dengan kampus asalnya masing-masing dan juga memberikan evaluasi terhadap apa yang terjadi di Indonesia. PPI National University of Singapore (NUS) mengeksplorasi realitas pahit kompleksitas finansial dalam akses pendidikan tinggi. Namun, sinar harapan datang dari dukungan finansial yang besar dari pemerintah Singapura, yang memberikan beasiswa sebagai bantuan bagi mahasiswa. Selain itu, kompleksitas juga terlihat dari evaluasi BEM FISIP UNAIR terhadap transparansi dan inklusivitas sistem pendidikan di Indonesia, karena pembagian golongan berdasarkan finansial pun menciptakan ketidakadilan yang dimana perlu diatasi.
Kemudian, PPI Tokyo International University (TIU) menyoroti perbedaan implementasi dalam pemberian beasiswa di Jepang, yang dilakukan berdasarkan prestasi anak-anak unggul. Ini dapat dijadikan contoh dan dorongan bagi Indonesia untuk mengevaluasi ulang distribusi dana pendidikan demi hasil yang optimal. Sedangkan PPI UM & PPI UPM menyampaikan keprihatinan terhadap kendala dalam mendapatkan beasiswa bagi mahasiswa Internasional, berbanding terbalik dengan mahasiswa lokal yang sangat mudah untuk mendapatkannya. Tetapi, dengan realita ini, model pendidikan Malaysia dan regulasi pemerintah setempat bisa dijadikan sebagai alternatif untuk diimplementasikan di Indonesia.
Menurut PPI Taylors University, pendidikan di luar negeri memberikan nilai tambah melalui pengakuan internasional. PPI UM juga menyetujui bahwa pendidikan tersebut mampu meningkatkan nilai seseorang, mengingat pengalaman belajar dan jaringan internasional yang dapat diperoleh setelah belajar di luar negeri. BEM UNAIR juga mengakui bahwa belajar di luar negeri memperluas wawasan dan perspektif melalui interaksi dengan berbagai budaya yang berbeda. Meskipun demikian, pendidikan di Indonesia dan luar negeri sama-sama memberikan kontribusi terhadap pengetahuan akademik dan soft-skills. Oleh karena itu, kesuksesan masa depan seseorang tidak hanya bergantung pada satu faktor/variabel, melainkan berbagai faktor lain, termasuk konsistensi dan komitmen.
Melalui pemahaman yang mendalam tentang kurikulum dan relevansinya terhadap masa kini, kesetaraan akses pendidikan juga nilai tambah pendidikan luar negeri, mahasiswa diharapkan dapat menjadi agen perubahan dalam menciptakan sistem pendidikan yang inklusif dan menghasilkan lulusan yang kompeten secara global, serta memperjuangkan kesetaraan akses pendidikan bagi semua individu, dan kita dapat membangun masa depan yang lebih cerah dan berkeadilan.